Senin, 20 Juni 2011

Kristen Inggris Ternyata Lebih Militan dari Muslim

Trevor Phillips, Kepala Komisi HAM dan Kesataraan Inggris, menyatakan bahwa pemeluk kristen ternyata lebih militan daripada kaum muslim dalam soal diskriminasi agama. Penganut kristiani dinilai sering mengeluhkan soal diskriminasi untuk meraih keuntungan politik dengan cara sinikal.

Phillips, yang mengepalai lembaga watchdog masalah kesetaraan di Inggris, menilai sikap militan penganut kristen di Inggris ini dipengaruhi oleh ajaran gereja-gereja arus utama imigran Afrika dan Karibia. Mereka cenderung tidak toleran.

''Umat Islam sebaliknya melakukan sekuat tenaga mereka untuk mengembangkan ajaran Islam yang sesuai dengan kehidupan di alam demokrasi liberal modern,'' kata Phillips seperti dikutis surat kabar ternama Inggris Dailymail .

Sementara, umat kristen bersikap sebaliknya. "Saya pikir ada banyak sekali suara tentang gereja dianiaya. Tetapi, ada isu yang lebih nyata tentang wajah gereja-gereja konvensional,'' katanya. ''Saya melihat orang-orang, yang benar-benar menjalani kehidupan dan kesuksesannya dengan ajaran konvensional, tidak cocok dengan kondisi masyarakat modern, multi-etnik, dan multikultural.''
Sikap mereka berbeda dengan sikap komunitas Muslim di Inggris yang melakukan sebisa mereka datang untuk berdamai dengan tetangga mereka.
Kaum Muslim Inggris berusaha mencoba mengintegrasikan dengan masyarakat sekitar. Mereka melakukan yang terbaik untuk mencoba menerapkan ajaran Islam yang sesuai dengan hidup dalam demokrasi liberal modern.
Tapi, ironisnya umat Muslim yang selama ini dianggap tidak toleran. "Orang yang paling mungkin menjadi korban diskriminasi agama dalam masyarakat Inggris sebenarnya adalah seorang Muslim. Tapi, sebaliknya orang yang paling gampang merasa tersinggung karena diskriminasi agama adalah Kristen evangelis,'' katanya.
Mantan Uskup Agung Canterbury, Lord Carey, menyerang hukum kesetaraan yang mendiskreditkan umat kristen. Namun, menurut Phillips, kasus hukum yang dibawa oleh orang Kristen selama ini tidak lebih dari soal homoseksual. Kasus hukum itu lebih termotivasi oleh upaya untuk mendapatkan pengaruh politik.
"Untuk banyak aktivis Kristen, saya pikir mereka ingin memperjuangkan isu dan memilih orientasi seksual sebagai dasar isu untuk melawan undang-undang kesataraan. Saya pikir argumen mereka bukan tentang hak-hak orang Kristen. Semuanya ini tentang politik,'' katanya. ''Ada banyak suara aktivis Kristen yang memunculkan isu tersebut, yang menurut saya tidak benar-benar ada di negara ini.''
Tapi Phillips, yang dibesarkan dengan latar belakang tentara, mengaku bisa memahami mengapa banyak kelompok agama merasa dikepung dengan persoalan kesataraan. Dia juga mengatakan undang-udang kesataraan tidak harus diterapkan pada organisasi internal kelompok agama.
'Ini harus diakui bahwa ada suara-suara anti-agama di Inggris,'' katanya. "Ini sangat wajar bahwa Anda tidak bisa menjadi imam Katolik Roma kecuali Anda seorang pria. Tampaknya benar bahwa jangkauan hukum anti-diskriminasi itu harus berhenti di pintugereja atau masjid."
(republika.co.id)

Tidak ada komentar: