Rabu, 25 Mei 2011

Kisah Syafruddin Prawiranegara, Menteri yang Miskin (2): Hidupi Keluarga, Sang Istri Berjualan Sukun Goreng

Syafruddin Prawiranegara, mantan orang kepercayaan presiden dan wakil presiden pertama RI, Soekarno-Hatta, terkenal dengan kesederhanaan dan kebersahajaannya. Ia mengajarkan kesederhanaan itu pada istri dan anak-anaknya.
Teungku Halimah atau biasa dipanggil Lily, istri Syafruddin Prawiranegara, terbiasa mengalami perjalanan hidup yang berat bersama suaminya.
Prawiranegara bersama para tokoh lainnya,menjalankan PDRI selama 207 hari, demi mempertahankan kemerdekaan yang telah diproklamasikan oleh Soekarno-Hatta pada 17 Agustus 1945.
Lily bejualan sukun goreng untuk menghidupi empat anaknya yang masih kecil yakni Icah, Pipi, Khalid, dan Farid. Perjuangan hidup yang berat itu, dijalani Lily selama suaminya berada di Sumatera menjalankan tugas negara.
Saat berjualan sukun itu, ada protes "kecil" dari Icah. "Kenapa kita tidak minta bantuan saja pada Presiden Om Karno dan Wakil Presiden Om Hatta serta Om Hengky (Sri Sultan Hamangku Buwono IX)," tanya Icah.
"Ayahmu sering mengatakan kepada ibu agar kita jangan bergantung pada orang lain, Icah. Kalau tidak penting sekali jangan pernah jangan pernah meminjam uang, jangan pernah berutang," kata Lily.
"Tapi apa ibu tidak malu? Ayah orang hebat, keluarga ayah dan ibu juga orang-orang hebat," kata Icah.
"Iya, sayang. Ibu mengerti, tapi dengarkan ya. Yang membuat kita boleh malu adalah kalau kita melakukan hal-hal yang salah seperti mengambil milik orang lain yang bukan hak kita, atau mengambil uang negara. Itu pencuri namanya. Orang-orang mungkin tidak tahu, tapi Allah tahu," kata Lily, memberi penjelasan pada anak sulungnya itu.
Farid Prawiranegara, anak keempat Syaruddin membenarkan perjuangan ibunya, yang sampai menjual sukun goreng untuk mencukupi kebutuhan hidup dan membeli susu bagi anaknya yang masih kecil.
"Ya, saya pernah mendapat cerita dari ibu. Ibu saya tidak malu berjualan sukun goreng dan tidak mengeluh ditinggalkan suaminya untuk melaksanakan tugas negara," kata Farid yang sekarang menjadi pengusaha dan dikenal sebagai seorang akuntan itu.
Usai mengungkapkan kata-kata itu, Farid tertunduk. Kemudian tangannya mengambil kecamata dan meletakan di atas meja.
Telunjuk tangan kanannya mengusap setetes air yang keluar dari kedua matanya."Maafkan saya. Saya tidak bisa menahan kesedihan kalau mengingat kembali kisah itu," kata Farid
(republika.co.id)

Tidak ada komentar: